9/24/09

LENTERA SI BUTA

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. 
Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita. Orang buta itu terbahak
berkata: "Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! 
Saya bisa pulang kok."
 
Dengan lembut sahabatnya menjawab, "Ini agar orang lain bisa melihat kamu, 
biar mereka tidak menabrakmu." 
Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita itu.
 
Tak berapa lama, dalam perjalanan, benar saja, seorang pejalan menabrak si buta.
Dalam kagetnya, ia mengomel, "Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang
buta dong!" Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.
 
Selang beberapa lama, seorang pejalan lainnya menabrak si buta lagi. Kali ini si
buta bertambah marah, "Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini
supaya kamu bisa lihat!"
 
Penabrak itu menukas, "Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, 
pelitamu sudah padam!"
 
Si buta tertegun.. Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, "Oh, maaf, 
sayalah yang 'buta', saya tidak melihat kalau Anda orang buta."
 
Si buta tersipu menjawab, "Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar
saya tadi." Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang
dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.
 
Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita
ini. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, "Maaf,
apakah pelita saya padam?"
 
Penabraknya menjawab, "Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama." Senyap
sejenak. Secara berbarengan mereka bertanya, "Apakah Anda orang buta?" Secara
serempak pun mereka menjawab, "Iya," untuk kemudian meledak dalam tawa.
Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang
berjatuhan akibat bertabrakan.
 
Waktu itu juga seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk
kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa
mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini,
"Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan
lebih baik, dan orang lainpun bisa ikut melihat jalan mereka."
***
Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan
kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi
kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).
 
Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan,
kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain; tidak sadar
bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri.
 
Dalam perjalanan "pulang", ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi
peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah-hati karena menyadari
kebutaannya dan dengan adanya belas-kasihan pihak lain. Ia juga belajar menjadi
pemaaf.
 
Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang
kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk "membuta" walaupun mereka bisa
melihat.
 
Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang
sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa
menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah
selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.
 
Orang buta kedua mewakili mereka yang sama gelap batinnya dengan kita. Betapa
sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. 
Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus 
belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.
 
Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya
memiliki pelita kebijaksanaan.
 
Nah ...Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah,
apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi
diri kita  sendiri dan sekitar kita.
 
Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: "Sejuta pelita dapat dinyalakan dari
sebuah pelita, dimana nyala pelita pertama tidak akan meredup". Pelita
kebijaksanaanpun, tak kan pernah habis terbagi.
 
Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan.
Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran.
Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman.
Pikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.
 
Suatu perumpamaan yang sangat sangat bagus....
Kalau boleh ditambahkan dengan  kalimat ini..
 
Bila saja kita jalani kehidupan ini dengan penuh keikhlasan..
Maka semua orang akan mampu menggali kebijaksanaan dari 
dalam diri mereka masing-masing. 
Yang pada akhirnya semua akan menyadari bahwa kita ditakdirkan 
bukan untuk hidup sendiri
Tapi kebersamaanlah yang membuat hidup ini lebih berarti

0 komentar:

Post a Comment