Ia bersandar ke mobil mewahnya dengan gayanya yg angkuh. Tangannya dimasukkan ke saku celananya dan dari balik kacamata hitamnya, matanya seperti sibuk mencari-cari sesuatu. Aku hampir tidak percaya ketika melihatnya di lapangan parkir kampus sore itu. Buru-buru aku menghampirinya.
"Jason? Ngapain di sini?" Sapaku sambi tertawa kecil, menyembunyikan rasa grogiku. "Ca, Aku mau ajak kamu jalan." Ucapnya dengan senyum lebar tersungging di bibir merahnya.
Aku terkesiap mendengarnya. Ini pertama kalinya dia mengajakku pergi berdua saja. Aku melirik ke mobilnya, mencari-cari supirnya. "Supirnya mana?" Tanyaku polos. "Aku yg nyetir donk!" Ucapnya bangga. "Hah? Nggak mau ah.. Kamu kan nggak bisa nyetir di sini.." Sahutku pura-pura panik. "Jangan takut, aku dah latihan dari kemaren.." Ia lalu berjlan melewatiku dan membukakan pintu mobil untukku. "Silahkan masuk, tuan putri." Aku bisa merasakan tatapan-tatapan yg tertuju padaku saat itu. Bagaimana tidak, sore itu lapangan parkir sedang ramai-ramainya dan tiba-tiba saja ia datang dengan semua keglamourannya. Ditambah lagi statusku yg memang kurang mengenakkan di kampus ini. Merasa tidak enak, aku memilih untuk buru-buru masuk ke mobil sebelum mereka menganggap aku sedang pamer cowok.
"Kok diem Ca?" Tanya Jason sedikit tidak enak. " Lain kali enggak usah jemput aku..." Jawabku pelan. "Kenapa sih memangnya? Enggak enak ama anak-anak kampus? Biarin aja ah.." Sahut Jason cuek. Ia sibuk mencari-cari lagu yg bagus dari CD chargernya.
"Nanti aku diomongin yg macem-macem.." "Diomongin apa sih?" Tanyanya, kali ini agak lebih serius. "Yah... Apa kek gitu.. Kamu kan tahu bagaimana sikap mereka sama aku.. Mereka tuh nggak suka sama aku.." Jawabku, agak sedikit sedih mengingat-ingat cela'an apa saja yg pernah ditujukan kepadaku... "Mereka cuma sirik sama kamu... Udah pinter, kaya, cakep lagi... Plus dijemput ama cowok keren begini... Kayaknya emang mereka bakalan makin sebel sama kamu sih.." Tanpa kusadari, aku tersenyum sendiri mendengar ucapannya.
Entah kenapa, Jason bisa membuatku merasa dihargai dan berarti meskipun ia tidak pernah mengatakannya secara langsung.
Jason adalah orang pertama yang bisa membuatku merasa bahagia seperti ini. Sejak kecil, sikapku yang tertutup dan pemalu membuat orang-orang berpikir bahwa aku ini sombong. Bahkan sebelum mengenalku pun, mereka sudah memasang tatapan tidak suka ketika melihatku. Penampilanku juga sebenarnya biasa saja. Tapi selalu ada yang dikritik oleh mereka. Sok pamer lah, sok cakep lah, atau sok sopan.
Seraya bertambah dewasa, orang-orang mulai selalu menghubungkanku dengan orang tuaku yang terkenal. Nilai-nilaiku yang bagus karena hasil kepintaranku sendiri juga selalu diragukan. Sikap dosen yang menghormatiku dikatakan semata-mata hanya ingin menjilat. Aku tidak pernah benar-benar punya teman. Yang selalu menemaniku hanyalah gunjingan dari mereka yang tidak menyukaiku. Aku tidak pernah mengerti alasannya...